Wait… What?!

Hyo bangun dari tidurnya. Ia membuka matanya dengan susah payah dan melihat ke arah jam kecil di depannya. Pukul setengah delapan. Ya, ini hari Sabtu, maka ia tidak perlu bangun di pagi buta untuk bersiap-siap berangkat kerja.
Ia kembali menutup matanya dan meraba sisi tempat tidurnya yang lain. Tidak ada. Kiseop-nya pasti sudah bangun dari tadi. Ia membalikkan badan, membuka matanya perlahan, masih mengantuk. Ia menatap pintu kamarnya yang sedang tertutup, dan tiba-tiba…
BRAK!!!
Pintu terbuka.
Kiseop terdiam di depan pintu dengan mulut agak terbuka dan mata yang terbelalak. Terlihat seperti terkejut, tapi wajahnya tidak menunjukkan bahwa ia sedang ketakutan. Malah, sepertinya ia agak senang.
Hyo yang masih mengantuk, tertawa pelan melihat tingkah Kiseop. “Ada apa?” tanyanya santai, sambil tersenyum.
“A… Aku…!” Kiseop bicara seperti kehabisan nafas.
“Ya…?” Hyo masih menunggu Kiseop selesai bicara, dengan gaya santainya (atau mungkin tepatnya ‘malas’), dan tetap terbaring.
“Aku…….!!!” Kiseop menahan kalimatnya lagi, masih berada di posisi yang sama, di depan pintu kamar mereka. Dan seakan-akan ingin memberikan isyarat kepada Hyo, ia memegangi perutnya.
“Apa…?” Hyo merasakan ada yang tidak beres, ia mengangkat kepalanya sedikit dari bantal.
Kiseop membuka mulutnya, dan terdengar sesuatu yang akan ia katakan dengan perlahan, “Ha…”
Hyo refleks bangkit dan terduduk di tempat tidur. Dengan rambutnya yang awut-awutan, ia membelalakkan matanya. Ia membatin, “Tidak, pasti bukan…”
“Aku hamil.” lanjut Kiseop sambil tersenyum.
Hyo terdiam.
Merasa seperti tertabrak pesawat jet dengan kecepatan 2.648.403.736.372km/jam, ia tidak tahu harus bagaimana, pasrah. Tak habis pikir. Apa katanya tadi? Bagaimana bisa? Kenapa? Tapi, di dalam hatinya ia juga merasa agak senang, karena ia suka hal-hal yang baru. Ia membayangkan dirinya dan Kiseop mendapat anggota baru di rumah, dikirimi banyak ucapan selamat dari rekan-rekan dan keluarga, berbelanja dengan anak mereka, seperti keluarga-keluarga yang lain. Namun, di samping itu, ia tidak lupa bahwa ia benci anak kecil. Pikirannya kacau. Bahkan ia sendiri tidak tahu seperti apa wujud wajahnya sekarang. Ia menatap Kiseop yang sedaritadi tersenyum di depan pintu.
“Oke, oke. Mungkin aku harus senang. Toh ini yang Kiseop mau dari dulu.” batinnya. Lalu ia tersenyum. “Mulai sekarang, jangan capek-capek ya…” katanya pada Kiseop. Kiseop mengangguk senang.

“Hyooooo!”
“Lee… Joon?”
“Hehehe! Aku baru kembali dari Jepang dan langsung ke sini! Bagaimana kabarmu?”
“Ah, aku baik kok! Eh, tunggu, bagaimana kalau kita pergi makan siang di bawah? Tunggu ya!” Hyo bergegas mengambil tasnya dan meninggalkan ruang kerja bersama Joon, sahabat lamanya yang sekarang berbisnis di Jepang.
“Kiseop apa kabar?” Joon meminum kopinya.
“Hehehe… Maaf aku belum mengabarimu, dia sudah hamil… empat bulan.”
“A… Apa!?” Joon hampir tersedak. Ia segera menaruh gelasnya di meja. “Kau… serius?” tanyanya sambil menatap Hyo dengan heran.
Hyo hanya menjawabnya dengan anggukan singkat.
“Wah… Sudah berpikiran untuk bermain dengan anak kecil ya? Akhirnya…” Joon menyandarkan tubuhnya ke kursi.
“Bukan begitu sih, heheh…” Hyo menggaruk kepalanya dengan canggung. “Aku juga tidak tahu, tapi, kelihatannya Kiseop senang, jadi aku juga ikut senang. Sebenarnya aku sendiri belum tahu siap atau tidak…”
“Oh… Tenang saja Hyo, kau pasti akan terbiasa dengan sendirinya. Tenang, aku mendukungmu! Hahahaha!” Joon menepuk-nepukkan tangannya ke pundak Hyo.
“Terima kasih, Joon. Ngomong-ngomong, kau ini kenapa susah sekali dihubungi sih? Bikin Twitter, dong!”
“Hahahaha, iya, aku agak sibuk di Jepang, ada proyek besar yang harus diurus, dan butuh waktu lama. Tapi tenang saja, sekarang aku ditugasi untuk mengurus proyek dengan cabang perusahaan di Korea, jadi aku akan lebih lama di sini. Aku masih belum mengerti Twitter…”
“Yaaaa!! Bagaimana ini, mengerjakan proyek besar saja kau bisa, masa kesusahan bermain Twitter? Hahahaha!”
“Yaaah, oke kalau begitu, nanti ajarkan aku cara menggunakan Twitter ya!” kata Joon sambil menuangkan sirup gula ke kopinya. Lalu ia berseru, “Eh! Kiseop ngidam apa?”

“Hyo, sudah pulang?” Kiseop mendongakkan kepalanya begitu ia mendengar suara pintu dibuka.
“Iya! Kiseop, ini, tadaaaa! Aku bawa pizza kesukaanmu!”
“Aih…” Kiseop kelihatan agak kecewa. “Sebenarnya aku menunggumu dari tadi siang karena ingin minta sesuatu yang lain…” katanya.
“Hm? Minta apa? Katakan saja.”
“Ini… Nyanyikan aku lagu K.Will yang Gift…”
“Glek!” Hyo terpaku di tempatnya. “I… Ini kan sudah aku bawakan pizza, Kiseop… Heheh, ayo, makan ya. Kamu belum makan, kan?”
“Nggg…!” Kiseop menggelengkan kepalanya. “Aku mau makan, tapi nyanyi dulu.”
“Aku… Aih, yang benar saja. Sudah sembilan tahun kita meninggalkan dunia entertainment, kan? Bahkan aku sudah lupa liriknya…” Hyo berusaha menolak. Ia heran kenapa Kiseop tiba-tiba meminta hal aneh seperti ini. Sebenarnya apapun akan ia lakukan untuk Kiseop, tapi, kalau menyanyi…
“Hyo… Aku sudah baca ulang liriknya kok, nanti kalau kamu lupa, aku bantu. Ya?”
“…” Hyo berpikir keras mencari cara untuk menolaknya.
“Hyo…” Kiseop menarik baju Hyo. Lalu ia menunjukkan jurus mata memohonnya pada Hyo.
“Hah…” Hyo yang tidak tahan melihat mata Kiseop itu menjadi semakin bingung. Dan tiba-tiba ia teringat kalimat Joon tadi siang, “Orang ngidam itu, permintaannya suka aneh-aneh. Temanku banyak yang begitu.”
Hyo tertawa pelan, lalu ia mendengus. “Jadi ini?” batinnya. “INI YANG NAMANYA NGIDAM, HAAAAAAAHHHH!!!??????” Hyo menjerit di dalam hatinya sambil membayangkan dirinya berteriak di tepi jurang yang curam. Rasanya ia ingin mencabik-cabik wajah Joon (yang sebenarnya tidak bersalah sama sekali).
“Hyo?” panggil Kiseop.
“Hah? Eh, iya. Oke aku mau. Tapi aku ganti baju dulu ya?” Hyo hendak melangkahkan kakinya ke arah kamar, tapi Kiseop menahannya.
“Sekarang.” kata Kiseop singkat.
“…..”

Sudah tiga bulan sejak kejadian Hyo menyanyikan lagu untuk Kiseop. Dalam perjalanan tiga bulan itu permintaan Kiseop semakin menjadi-jadi. Minta dicubit pipinya setiap Hyo akan berangkat kerja, minta dibikinkan puisi lewat akun Twitter (dan sempat bikin geger ratusan ribu penghuni Twitter yang mengikuti Twitter mereka. Kebanyakan sih, fans.), lalu masih banyak yang lainnya. Tapi untunglah, akhir-akhir ini permintaan Kiseop mulai mereda. Dan hari ini, kakak-kakak Hyo mengunjungi apartemen tempat Hyo dan Kiseop tinggal.
“Ini sudah masuk bukan kedelapan, ya?” Kibum melihat ke arah kalender.
“Waaaaah, sebentar lagi dapat ponakan~” Hyuk menepukkan tangannya.
“Sudah dapat nama, belum?” tanya Kangin.
“Glek…” Hyo dan Kiseop terperanjat mendengar pertanyaan Kangin.
“Belum sih, masih bingung! Hahahahah…” secara diam-diam Hyo mencolek pinggang Kiseop.
“Eh iya, Kibum hyung, Kevin apa kabar?” Kiseop mengalihkan pembicaraan.
“Kevin sedang ada pemotretan dengan Kihyun. Katanya ia ingin bertemu denganmu, tapi sayangnya tidak bisa.”
“Wah, Kihyun pasti dapat banyak tawaran kerja ya!” seru Hyo. “Ia mau kalian jadikan artis juga?” tanyanya.
“Tidak sekarang. Yah, kalau sekarang sih tidak apa, asal tidak mengganggu sekolahnya. Itu sudah kami bicarakan.”
“Kalau kalian? Nanti si dia itu juga mau kalian jadikan artis?” tanya Eunhyuk sambil menunjuk perut Kiseop.
Hyo menjawab tidak, dan Kiseop menjawab iya, dalam waktu bersamaan. Mereka bertatapan. Seakan saling bertanya, ‘bagaimana ini?’
“Aaaaa~~”
“Kalian pasti belum memikirkan sama sekali…”
“Ke mana saja selama tujuh bulan ini?”
“Ayo, kita harus bantu kalian merencanakannya!”
“Haih, bahkan sudah setua ini mereka tidak bisa dibiarkan berdua saja ya.”
“A… Itu, hyung…” Kiseop lantas melihat ke arah Hyo yang sudah pucat karena mendengar ocehan beruntun dari abang-abangnya.
Hyo dan Kiseop hanya bisa diam hari itu, kakak-kakak mereka mengambil alih semuanya, sampai membicarakan rencana pernikahan si calon anak. Akhirnya mereka pulang malam harinya, ya, dari siang sampai malam, bahkan Kibum tetap bersikeras untuk bergabung membicarakan anak Hyo dan Kiseop padahal Kevin sudah berulang kali menelfonnya dan menyuruhnya pulang. Berlebihan, memang. Orang-orang ini semakin tua semakin cerewet, pikir Hyo dan Kiseop. Tapi, bagaimanapun, kakak-kakak mereka itu ada benarnya juga, mereka berdua belum merencanakan apapun tentang anak mereka, selama ini mereka hanya membicarakan tentang bagaimana mereka nanti membagi waktu untuk mengurusnya, bagaimana nanti mereka bermain dengannya, di mana mainan-mainan anak mereka akan diletakkan, lalu membayangkan baju-baju yang akan mereka belikan untuk anak mereka. Ya, sebenarnya, banyaknya sih tentang main.
“Sekarang kita tidur saja, oke? Jangan dengarkan kalimat-kalimat kakakku, kamu tahu kan mereka memang…”
“Heh, bahkan aku tidak tahu mereka bicara apa.” Kiseop terkekeh.
“Hahahaha, baiklah, kita bicarakan semuanya besok saja sambil jalan-jalan, oke?” Hyo menarik tangan Kiseop, berjalan ke kamar mereka.

“Halo? Hyo… Pu, pula…ng…”
“Heh?”
“Pulang… Sak…….it!”
“SAKIT!!!???”

Tuuuutttt….

“Gawaaaaatttt!!!!!!” Hyo berlari meninggalkan ruang kerja tanpa meminta ijin kepada atasannya, ia menancapkan gas mobilnya dengan kencang, menuju apartemennya. Selama perjalanan ia tak berhenti berdoa agar Kiseop baik-baik saja.
“Kiseop! Kiseop-ah!!!” Hyo berlari-lari di dalam apartemennya, mencari Kiseop. Lalu ia menemukan Kiseop tergeletak di samping tempat tidur sambil menggigit guling. “Haish!!! Ayo lepas gulingnya! Sini!” Hyo mengangkat Kiseop dan menggendongnya di punggung. Ia berlari secepat mungkin, bahkan ia tidak mengunci pintu apartemennya. Ia tidak peduli jika barangnya akan hilang seisi rumah nanti, yang penting jangan sampai Kiseop-nya kenapa-napa.
Di perjalanan menuju rumah sakit, ia terus mengajak Kiseop bicara, meskipun tidak ada satupun kalimatnya yang ditanggapi. Pokoknya, jangan sampai Kiseop tak sadarkan diri, begitu pikirnya. Ia terus terbayang adegan drama yang pernah ia lihat saat ia masih tinggal dengan kakak-kakaknya dulu, di mana seorang wanita menjerit-jerit di dalam mobil dalam perjalanan menuju rumah sakit, dan tiba-tiba… Joknya penuh darah, wanita itu terus menjerit, dan…
“Eeeerrrghhh!!!!” Hyo menggelengkan kepalanya, berusaha berhenti membayangkan adegan itu. Ia melihat ke arah Kiseop yang duduk di sampingnya, diam menahan sakit, dengan keringat yang membanjiri wajah putihnya. “Kalau sakitmu itu bisa dibagi, aku rela ambil semua rasa sakitmu, Kiseop-ah!!!” batin Hyo dalam hati dengan wajah meringis.
Sampai di rumah sakit, Hyo bergegas menggendong Kiseop dan membawanya masuk.

“Hyo-ssi?”
“Ya?! Bagaimana dengan Kiseop?”
“Di sudah siap untuk melahirkan, anda mau mendampingi?”
“Mau!!!” Hyo mengangguk-anggukan kepalanya sambil mengepalkan tangan.
Hyo memasuki ruangan tempat Kiseop berbaring. Ada banyak suster di ruangan itu. Ia terus berdoa agar waktu ini akan cepat berlalu. Kiseop melihat ke arahnya dengan lemas. Hyo agak sedih melihat Kiseop kesakitan seperti itu, tapi ia tidak mungkin menyerah di saat seperti ini. Ia mengepalkan tangannya, dan berbisik, “Hwaiting!” sambil tersenyum pada Kiseop. Kiseop membalas senyumnya. Senyum paling indah yang pernah dilihatnya, seutas senyum tipis yang diberikan Kiseop dengan susah payah sambil menahan sakit.

“Cool…” kata Hyo dalam hati.

“Bo… Boleh aku pegang tanganmu?” tanya Kiseop pelan. Hyo terdiam menatap Kiseop. Sesaat kemudian, hatinya merasa tersentuh. Ia teringat saat dulu, di atas balkon kantor mereka, di malam natal, Kiseop mengatakan kalimat yang sama persis dengan kalimat barusan. Lalu untuk pertama kalinya mereka berpegangan tangan di malam itu…

“Tentu saja…” Hyo berhenti membayangkan malam natal itu, dan mengarahkan tangannya pada Kiseop sambil tersenyum. Kiseop menggapainya, dan menggenggamnya. Hyo merasakannya lagi, sama seperti genggaman pertamanya dengan Kiseop, bahkan lebih hangat. Ia tersenyum senang, sampai…

“Aaaaaaaahhhhhh!!!!!!!” tiba-tiba Kiseop menjerit.
“Aih!!!!!” Hyo yang tangannya diremas, langsung kaku, tidak dapat berkutik lagi.
“Terus, dorong terus, ayo, tarik nafas ya…” bantu seorang suster.
“Uuuuuuggghhhhh, AAAAAAAAAA!!” Kiseop masih menjerit sambil meremas tangan Hyo sekuat tenaga.
“………” Hyo yang tangannya diremas, hanya pasrah.
“Ayo terus! Iya terus! Hyo-ssi, tolong dibantu.”
“HYOOOOOOOOO TOLONG AKUUUU!!!”
“APANYA YANG MAU KUTOLONG!!!!???? INI TANGANKU AAAAARRGHHH!!!!!!!” Hyo ikut menjerit, seakan mengundang Kiseop untuk menjerit lagi, dan meremas tangannya, lagi. Hancur sudah bayang-bayang masa lalunya dengan Kiseop di balkon…
“Oeeekkkk!!!”
“Eh?” Hyo terdiam. Ia melihat Kiseop, dan Kiseop sudah melepas tangannya, tidak sadarkan diri di tempat, pingsan kelelahan.
“Anaknya sudah lahir, Hyo-ssi… Sehat, normal. Laki-laki, selamat!” suster itu tersenyum. Hyo mengangguk, meninggalkan ruangan. Setelah menutup pintunya, ia diam. Lututnya lemas, dan ia terjatuh. “Aku… Punya anak? Kiseop. Kiseop melahirkan? An… Aneh. Bukannya, harusnya…. kan. Aku? Eh?” bisiknya pelan. Ia merasa ada yang aneh, tapi ia tidak tahu apa itu.
“Hyo! Hyoooo!” Eunhyuk, Kangin, Kibum, Kevin, dan Kihyun –sepertinya ada Lee Joon di tengah-tengah mereka– terlihat berlari-lari ke arahnya dari ujung koridor. Hyo menoleh, walaupun masih merasa ada yang ganjal, ia tidak melanjutkan pikirannya lagi. Ia menyambut kakak-kakak dan sahabatnya sambil tertawa.
“Perempuan atau laki-laki?”
“Sehat kan?”
“Namanya?”
“Hehehe…” Hyo menyeringai menanggapi pertanyaan beruntun dari ketiga kakaknya. “Laki-laki, sehat kok. Namanya……..” Hyo menutup matanya perlahan, mengambil nafas, bersiap-siap memberikan jawaban terakhir untuk kakaknya.

“HYO!!!!!!!” panggil seseorang. Suara yang sangat Hyo kenal. Hyo terkejut, ia membuka matanya. Dan kali ini ia semakin terkejut. Tak hentinya ia ber-“hah?” pada dirinya sendiri. Ia masih terdiam di tempatnya. Berusaha meluruskan pikirannya. Tiba-tiba ia merasa sangat ngantuk. Apa yang terjadi? Aku di mana? Ia terus bertanya di dalam hati. Lalu ia menyadari sesuatu. Di depannya terlihat jam kecil yang selalu dilihatnya setiap ia bangun tidur. Pukul setangah delapan, ya, ia ingat hari ini hari Sabtu. Dan ia kini berada di atas tempat tidur, di apartemennya.
“Sial…” rutuknya pelan.
“Hyo! Bangun!” orang yang tadi memanggil namanya–yang kini berada di belakangnya–kini mengguncang tubuhnya dengan kencang. Hyo membalikkan badannya. Ternyata itu Kiseop. “Kenapa ngigaunya ribut banget? Mimpi apa sih?” tanyanya.
“Mimpi…?” Hyo mengedipkan matanya yang masih berat. “Oh, pantas… Hahah, HAHAHAHAHA!!!” Hyo tertawa sambil memukuli pundak Kiseop. Di dalam hatinya, ia sedang menangis sambil menendangi batu sekuat mungkin. Membayangkan sembilan bulan yang ia rasakan ternyata hanya terjadi dalam satu malam, saat ia menggendong tubuh besar Kiseop dari apartemen ke mobil, dan dari mobil ke dalam rumah sakit. Saat Kiseop meremas tangannya –yang rasanya seperti dihantam kaki tempat tidur– benar-benar terasa nyata, bahkan lelahnya masih terasa sampai sekarang.
“Ih, kenapa sih?” Kiseop heran melihat Hyo yang terlihat lebih tidak waras daripada hari-hari biasanya.
“Haaahhh, hah…” Hyo tersenggal-senggal karena kecapekan tertawa. Lalu ia menatap Kiseop, memasang tampang serius. “Kamu… Lee Kiseop, kamu nggak hamil kan?”
Kiseop tercengang mendengar pertanyaan Hyo. Ia segera mengambil bantal yang berada di sebelahnya, dan menghantamnya ke tubuh Hyo. “GILAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!”

Cerita Kita

Entah apa yang kupikirkan
Luka ini semakin dalam
Mengisyaratkan untuk menerima nyatanya
Dan memintaku untuk menemukan keputusan terbaik
Terus kuhubungkan otak dan hati
Agar menciptakan pemikiran berkualitas

Terpikir untuk melupakan semua tentangmu
Namun ku tak kunjung bisa
Terpikir untuk tetap menunggu
Namun ku tak sanggup
Aku mencoba untuk lari dari semuanya
Hingga permasalahan terus mengejar

Tak mudah untuk melupakan kenangan itu
Tak mudah untuk melupakanmu
Kau yang kunobatkan sebagai bagian dari hidupku
Kau yang mengubah hidupku
Semua cerita kita
Bukan sesuatu yang bernilai rendah

Hujan Pagi Ini

Langit gelap di pagi hari
Rintikan air hujan membasahi bumi
Udara dingin menusuk tubuh
Orang-orang berlalu lalang
Melewati rintikan air hujan yang deras

Aku di sini terdiam
Merenungkan kehidupanku
Tidak mempedulikan air yang turun dengan derasnya
Tidak mengabaikan rendahnya suhu di sekitar
Terfokus pada irama yang menikam hati

Perih dan sesak
Itu yang kurasakan
Kenyataan pahit yang harus kuterima
Itu yang kusesalkan
Keputusan yang memutar hidupku sepenuhnya

Kenangan yang terlukis selama ini
Hancur lebur, tertiup takdir Tuhan
Aku harus menerima
Walaupun sakit nyatanya
Dan tak semudah berkedip mata

Aku di sini
Masih sendiri
Merasakan hangatnya hujan
Mendengarkan nada indah yang terlantun oleh derasnya air yang berjatuhan
Dan menyantap kenyataan pahit ini

Bintang

Adalah sebuah benda
Terbentang di langit luas
Memancarkan cahayanya
Berkelap-kelip dengan cantiknya

Bersama teman-temannya
Ia menemaniku malam ini
Sebut namanya,
Bintang

Adalah seseorang
Jauh dari tempatku memandang bintang
Jauh dari hidupku yang kelam
Menyerukan ramainya bintang padaku

Memandang bintang yang terang
Memandang bintang yang sama
Walau tanpa cinta yang terbalas
Darinya

Malam ini kunikmati dengan terluka
Dan di antara luka itu
Terselip kekagumanku pada kuasa-Nya
Menciptakan bintang, menciptakan cinta

Cahaya bintang yang bertaburan ini
Sama indahnya seperti rasa cintaku padanya
Namun banyaknya bintang ini
Tak dapat mengalahkan besarnya cintaku padanya

Tuhan telah menciptakan segalanya
Tuhan telah menciptakan keindahan
Syukuri apa yang telah Ia ciptakan
Dan aku syukuri bintang serta cinta yang telah Ia berikan

Who is PiroPiro?

Haloooo :3 *bersihin debu + sarang laba2 di blog*
Udah lama gak ngepost di sini ya .__. Oke sebenernya ada lumayan banyak FF yang lagi dalam perjalanan menuju kelahiran(?), tapi karena banyak penghambat, jadi ditundaaaaa terus TT TT
Jadi, sambil nunggu FF yang lagi mau ke sini, gue mau nulis tentang maskotnya perusahaan abang gue nih, Piropiro dari HnB Company! :3 (Gue disogok bang Kibum sih sebenernya buat promosiin jualan dia -_- /plak)
Pasti udah banyak yang tau dooong tentang si Piropiro ini, apalagi Kiss Me sama Triple S! 😀
Tapi di sini karena gue lagi gak ada kerjaan (oke sekali lagi, gue disogok kok), jadi gue mau ngulas lagi tentang Piro-piro sama temen-temennya ini. Semoga yang udah baca jadi minat buat beli boneka-bonekanya ya ^^
Ayo dibaca :3
Continue reading

………..

You definitely have something that you love, right?
When your lovely was broken, what did you feel? While there was no exchange of it, and there is only one in the world.
Your heart must be hurt.
That’s what I feel now.

This is for the first time I really loved a boyband. All members, from the oldest to the youngest, I love them all. I really love them, just like your feelings to your close buddies.

I want to protect them, but I only can help a little and pray a lot from this great distances to make them feel good and nothing happens to them.
I want to be something special for them, but I’m a nobody, they do not know me, even never saw me.
I want to tell them that I really love them, but, to meet is too difficult. Our distance is too far away, and this languages difference just complicates it all.

What can I do is just praying and always support them until the end.

Maybe they are not them (like the past) anymore, no longer Alexander Lee Eusebio, Shin Soohyun, Kim Kibum, Lee Kiseop, Kim Kyoung Jae, Woo Sunghyun, and Shin Dongho who always introduce themself as ‘the seven-member U-Kiss’ with full of happy smile.

But, they will be always in my heart, seven of them. I won’t ever forget them, really. I don’t promise, but I’m sure, I’m sure that U-Kiss will never be forgotten by me.

Whatever happens, I still support U-Kiss.
Whatever happens, Alexander Lee Eusebio and Kim Kibum are still U-Kiss’ members in my heart.

I love you, U-Kiss…

[PART 1] Santa, I Have a Wish!

“Kiseop-ah, bagaimana ini!? Bantu aku dong!”

“Ih, ada apa sih? Kau ini belum cerita apa-apa padaku, bagaimana aku bisa membantumu!?”

“Ah, aku ingin cerita, tapi…”

“Kenapa pakai ‘tapi’? Ah, biasanya kau cerita padaku juga tanpa permisi kan.”

“Ish!”

“Ya sudah, ceritakan!”

“Ini masih di jalan, aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Bagaimana kalau kita ke rumahmu sekarang?”

“Kau tahu darimana di rumahku sedang ada banyak makanan?”

“Eh?”

“Kau mau ke rumahku karena mau makan gratis kan? Hahahahaha!” ia berlari meninggalkanku sambil tertawa kencang.

“Ti, tidak, ah! LEE KISEOOOOOP!!!” aku mengejarnya dengan kecepatan penuh.

Kiseop berdiri di depan rumahnya sambil menyilangkan lengan. Ia sudah sampai daritadi. Aku hanya berjalan lemas dengan nafas tersenggal-senggal. Kiseop tersenyum, lalu ia melambaikan tangannya.
Continue reading

Dongho’s Story !

Hellooooo, Dongho here ^^

Hehehe, kalian udah baca ceritanya Hyo tentang keluarga dia kan ? Itu loh, kakak kembarku, Shin Ha Hyo, aku biasa panggil dia Hyo :p Kayak yang Hyo bilang, aku sama dia itu umurnya beda sebulan. Untung banget aku yang jadi maknae di rumah itu ! XD Nah, aku di sini mau cerita ke kelian tentang keluarga-keluarga aku nih. Eh, ngomong-ngomong soal Hyo, kenapa aku gak panggil dia ‘kakak’ ato ‘noona’ ? Soalnya dia suka marah kalo aku panggil gitu. Tiap aku panggil dia ‘noona’, dia pasti merengut, trus dia bilang “Jangan panggil noona dong, dongo ! Kita cuma beda sebulan !” (Dongo itu artinya bego -_-) Tapi, kalo aku lagi marah sama dia, aku pasti panggil dia noona. Kakak-kakak serumah juga udah pada tau kalo Hyo ini gasuka dipanggil ‘noona’. Mungkin kalo ‘unnie’ dia masih agak terima, tapi kalo ‘noona’, duh jangan deh ! Buat kalian yang merasa cowok dan lebih muda daripada Hyo, jangan pernah panggil dia ‘noona’, JANGAN ! -_______- Continue reading

Hyo’s Story !

Halo, kenalin, gue Hyo, nama lengkapnya Shin Ha Hyo, nama asli gue Fany. Gue asli orang Indonesia, tapi tinggal di Seoul sekarang. Gue empat bersaudara, kakak gue yang paling tua namanya Kim Young Woon ato panggil aja Kangin, dan sedihnya, tanggal 5 Juli kemaren dia baru aja berangkat wamil, hhhhh aku kangen kak -______- kakak gue yang kedua namanya Lee Hyukjae, ato biasa dipanggil Eunhyuk, Kunyuk, Unyuk, Teri, pokoknya yang jelek-jelek deh panggilannya. Nah, anak ketiganya itu gue. Udah gitu, gue punya adek yang namanya Shin Dongho. Ehm, FYI, gue sama Dongho itu kembar, kita kembar beda sebulan(?) Kaget ? Oke, biarin aja. Gue lahir tanggal 29 Mei ’94, nah dia tanggal 29 Juni ’94. Sial banget, kenapa harus gue yang kebagian berojol bulan Mei !? Kalo gue jadi anak bungsu kan asik jadi maknae, hhhhh ~ Oh iya, gue juga punya dua kakak sepupu. Yang paling tua, namanya Park Jungsoo ato panggilan akrabnya ‘Leeteuk’, dia ini orang yang paling sayang sama gue, pokoknya dia gak pernah rela deh kalo gue kenapa-napa, wk -_____- kakak sepupu gue yang satu lagi namanya Kim Kibum, tapi dia ini bukan adeknya Leeteuk oppa, mereka beda orang tua. Dia ini orangnya rada cuek, tapi sebenernya baek sih, mukanya rada mirip sama personil SS501 yang namanya Kim Hyung Joon, tau kan ? :3 Continue reading

For Tomorrow

Perempuan itu tersenyum ramah dan berbicara dengan lembut. Masih sama seperti yang kulihat sebelum-sebelumnya. Aku pun masih seperti ini, melihat ke arahnya dari kejauhan bersama serpihan harapan yang tidak akan pernah tercapai. Tempat duduk ini adalah saksi dari kenangan hidupku yang termanis. Setiap sorenya aku duduk di tempat duduk besi ini untuk memandang perempuan itu, perempuan penjaga toko bunga yang pertama kali kulihat saat aku sampai di kota ini. Aku bersyukur telah menemukan toko bunga itu, toko bunga kecil yang terletak tidak jauh dari stasiun kota, berisikan bunga-bunga cantik yang dijaga oleh perempuan yang tidak kalah cantiknya. Sejak pertama kali aku melihat perempuan itu, jantungku berdebar tidak karuan, pertama kalinya aku merasakan debaran jantung sekencang itu hingga aku merasa sesak. Sejak pertama kali melihatnya, aku merasa ingin melihatnya setiap waktu. Maka, setiap sore aku pergi ke sini untuk melihatnya dari kejauhan, dan waktunya sangat singkat. Saat bel stasiun berbunyi, tidak lama kemudian perempuan itu membereskan toko lalu menutupnya. Musim demi musim berganti, aku tetap berada di sini setiap sorenya, melihat perempuan yang selalu hadir dengan senyum lembutnya, senyum paling indah yang pernah kulihat.
Continue reading